Monday, 5 November 2012

PENGUKURAN SIPAT DATAR


 Pengertian Sipat Datar
Metode sipat datar prinsipnya adalah Mengukur tinggi bidik alat sipat datar optis di lapangan menggunakan rambu ukur. Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi dengan menggunakan metode sipat datar  optis masih merupakan cara pengukuran beda tinggi yang paling teliti. Sehingga ketelitian kerangka dasar vertikal (KDV) dinyatakan sebagai batas harga terbesar perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat datar pergi dan pulang.
Maksud pengukuran tinggi adalah menentukan beda tinggi antara dua titik. Beda tinggi h diketahui antara dua titik a dan b, sedang tinggi titik A diketahui sama dengan Ha dan titik B lebih tinggi dari titik A, maka tinggi titik B, Hb = Ha + h yang diartikan dengan beda tinggi antara titik A clan titik B adalah jarak antara dua bidang nivo yang melalui titik A dan B. Umumnya bidang nivo adalah bidang yang  lengkung, tetapi bila jarak antara titik-titik A dan B dapat dianggap sebagai Bidang yang mendatar.
Tinggi titik pertama ( h1) dapat di definisikan, sebagai koordonat lokal ataupun terikat dengan titik yang lain yang telah diketahui tingginya, sedangkan selisih tinggi atau lebih di kenal dengan beda tinggi ( h ) dapat diketahui/diukur dengan menggunakan prinsip sipat datar.
( h2 ) = h (1) + ∆ h ( 12 )




Yaitu, tinggi selanjutnya adalah tinggi titik sebelumnya ditambahkan dengan beda tinggi antara kedua titik yang bersangkutan, Umumnya diambil selisih tinggi titik belakang terhadap titik muka.
H ( 1 0 + h ( i-l ) + ∆h ( i-l.i )
Yang menjadi masalah dalam pengukuran beda tinggi ini adalah pengambilan  penentuan referensi awalnya. Apabila peta yang di inginkan tersebut hanya berorientasi pada ketinggian setempat saja, tanpa memperhatikan orientasi tinggi yang menyeluruh maka titik nol dapat dipilih sembarangan.
Namun untuk pemetaan yang teliti dan mempunyai kaitan dengan peta nasional, maka titik awalnya di ambil dari tinggi permukaan air laut rata-rata dalam keadaan titdak terganggu selama 18,6 tahun.
Sedangkan permukaan bumi itu sangat berpengaruh dengan berbagai gaya dan gerak endogen serta eksogen, dan semua ini di pengaruhi secara langsung oleh distribusi massa di daerah sekitar titik yang bersangkutan.
Hal ini yang menyebabkan masalah pengambilan referensi awal tersebut, karena sekalipun titik awal di ambil dari permukaan air laut rata-rata, tetapi apabila berbeda lokasi awalnya, maka akan tetap menghasilkan ketinggian yang berbeda pada satu titik.
Sekali lagi, dalam pemakaian peta yang cukup luas, patut di perhatikan oleh para perencana, mengenai masalah kemugkinan kesalahan yang akan terjadi pada saat pelaksaaan kerja konstruksi, yaitu tidak sesuainya perencanaan di atas peta dengan kenyataan di lapangan. Sehingga selalu terdengar perencanaan pembangunan yang gagal akibat banjir yang tak terduga ataupun berbagai gejala alam lainnya.

  Tujuan Pengukuran Sipat Datar

#       Tujuan Intruksional Umum

Mahasiswa mampu memahami, mendeskripsikan, dan mengaplikasikan berbagai metode pengukuran beda tinggi dengan pesawat penyipat datar pada praktik pengukuran dan pemetaan ilmu ukur tanah.

#       Tujuan Instruksi Khusus

1.   Mahasiswa mampu melakukan survei ke lapangan berkenaan dengan tugas yang diberikan.
2.   Mahasiswa dapat menentukan letak patok-patok pengukuran dan pengkondisian dalam jumlah slag yang genap.

3.   Mahasiswa mampu mematok rencana pematokan itu di lapangan.
4.   Mahasiswa mampu mengetengahkan gelembung nivo dengan cara menggerakkan 2 skrup kaki kiap ke dalam atau keluar saja, dan menggerakkan 2 sekrup kaki kiap ke kanan atau ke kiri saja, dilakukan secara interaktif sehingga gelembung nivo itu benar-benar di tengah dianggap bahwa garis bidik sejajar dengan gelembung nivo.
5.   Mahasiswa mampu melakukan pengukuran kesalahan garis bidik dengan kedudukan alat pada stand 1 dan stand 2, di mana rumus kesalahan garis bidik adalah (benang tengah belakang stand 1 – benang tengah muka 1) - (benang tengah belakang stand 2 - benang tengah muka stand 2) (jarak belakang stand 1 - jarak muka stand 1) - (jarak belakang stand 2 - jarak muka stand 2).
6.   Mahasiswa mampu mendirikan alat pada slag 1 dan slag-slag selanjutnya yang letaknya kira-kira di tengah antara dua rambu serta mampu membaca benang atas, tengah, dan bawah rambu belakang, benang atas, tengah, dan bawah rambu muka dan jarak muka dan jarak belakang.

  Peralatan Yang Dibutuhkan

·         Alat sipat datar optis 
·         Statif ( perhatiakan kecocokannya dengan alat )
·         Unting – unting
·         Rambu ukur 2 buah
·         Alat tulis dan formulir ukuran
·         Payung 1 buah ( untuk memayungi alat )
·         Pita ukur 1 buah
·         Meteran 3 buah
·         Patok pengukuran ( disesuaikan dengan wilayah pengukuran )
·         Peta wilayah situasi ( dengan bebas pengukuran )

 Alat Ukur Sipat Datar Optis
a.            Dumpy level (type kekar)
Pada tipe ini sumbu tegak menjadi satu dengan teropong. Semua bagian pada alat sipat datar tipe kekar adalah tetap. Nivo tabung berada di atas teropong, teropong hanya dapat digeser dengan sumbu kesatu sebagai sumbu putar.
                                                      Dimana:
1. Teropong.                   10. Sumbu ke-1.
2. Nivo tabung.                11. Tombol Fokus.
3. Pengatur Nivo.                    
4. Pengatur dafragma.
5. Kunci Horizontal.
6. Skrup Kiap
                           7. Tribrach.   
                           8. Trivet.   
                           9. Kiap (Leveling Head).
b.            Reversible level (type reversi)
Pada tipe ini teropongnya dapat diputar pada sumbu mekanis dan disangga oleh bagian tengah yang mempunyai sumbu tegak. Pada alat ini teropongnya dapat diputar pada sumbu mekanis dan disangga oleh bagian tengah yang mempunyai sumbu tegak. Di samping itu teropong dapat diungkit dengan skrup (no 13) sehingga garis bidik dapat mengarah ke atas, ke bawah, maupun mendatar. Sumbu mekanis, disamping sebagai sumbu puitar teropong merupakan garis penolong untuk membuat garis bidik sejajar dengan dua garis jurusan nivo reversi.
 


 Dimana:
1. Teropong.                                  9. Kiap.
2. Nivo Reversi.                            10. Sumbu ke-1 (Sumbu Tegak).
3. Pengatur Nivo.                          11. Tombol Fokus.
4. Pengatur Diafragma.                12. Pegas.
5. Skrup Pengunci Horizontal.      13. Skrup Pengungkit Teropong.
6. Skrup Kiap.                               14. Skrup Pemutar Teropong.
7. Tribrach.                                    15. Sumbu Mekanis.
8. Trivet.

c.   Tilting level (type jungkit)
Pada tipe ini sumbu tegak dan teropong dihubungkan dengan engsel dan skrup pengungkit.Berbeda dengan tipe reversi, pada tipe ini teropong dapat diungkit dengan skrup pengungkit.
               Dimana:
1.    Teropong.                          8. Trivet.
2.    Nivo Tabung.                    9. Kiap.
3.    Pengatur Nivo.                  10. Sumbu ke-1.
4.    Pengatur Diafragma.        11. Tombol Focus.
5.    Pengunci Horizontal.         12. Pegas.
6.    Skrup Kiap.                       13. Pengungkit Teropong.
7.    Tribrach.

d.   Automatic level (type Otomatis)
Tipe ini sama dengan tipe kekar, hanya di dalam teropongnya terdapat akat yang disebut kompensator untuk membuat agar garis bidik mendatar. Berbeda dengan 3 tipe sebelumnya, pada type otomatik ini tidak terdapat nivo tabung untuk mendatarkan garis bidik sebagai penggantinya di dalam teropong dipasang alat yang dinamakan kompensator. 
Bila benang silang diafragma telah diatur  dengan baik, sinar mendatar dan masuk melalui pusat objektip akan  selalu jatuh depat di titik potong benang silang diafragma, walaupun teropong miring (sedikit). Dengan demikian, dengan dipasangnya kompensator antara lensa objektip dan diafragma garis bidik menjadi mendatar. Walaupun demikian type otomatik mempunyai kekurangan yaitu mudah dipengaruhi getaran, karena sebagai kompensatornya dipergunakan sistim pendulum.



                                 Dimana:
1.    Teropong.                     7. Trivet.
2.    Kompensator.               8. Kiap.
3.    Pengatur Diafragma.    9. Tombol Fokus.
4.    Pengunci Horizontal.
5.    Skrup Kiap.
6.    Tribrach.











Penyetelan instrumen-instrumen pokok sipat datar, di antaranya :
                    Sipat Datar Wye                 Sipat Datar Tabung

v  Pengaturan alat
Dua buah  syarat yang perlu di jawab dalam masalah kolimasi pada alat level ini adalah. Sumbu tegak benar benar tegak apabila gelembung nivo sudah di tengah –tengahnya, dan garis bidik harus sejajar dengn garis nivo yang benar tersebut.
v  Sumbu tegak
1.      Letakan sumbu teropong sejajar dengan dua buah sekrup penyetel, dan ketengahkan gelembung nivo dengan menggunakan kedua sekrup tersebut. Andaikan keslahan tersebut = e
2.      Putarlah teropong 90º derajat, atau sumbu teropong berada diats sekrup penyetel ketiga, dan aturlah ketiga gelembung nivo tersebut dengan hanya menggunakan sekrup ketiga.
3.      ulangi kedua langkah diatas sehingganivo tetap berada di tengah.
4.      pada kedudukan pertama kesalaahn yang terdapat adalah = e, namun pada kedudukan kedua, dimana teropong diputar sebesar 180º derajat, maka kemiringan sumbu yang terjadi adalah sebesar 2e. Besaran 2e tersebut dapat dilihat dengan menggesernya gelembung nivo, misalnya sebesar n.
5.      Kembalikan gelembung nivo kearh tengah dengan satu sekrup penyetel yang bersangkutan, yaitu sebesar n/2 bagian skala.
6.      kembalikan gelembung nivo ke tengah, dengan menyetel sekrup tabungnivo, yaitu sebesar n/2 bagian skala sisinnya.
ulangi pekerjaan tersebut sehingga nivo berada di tengah tengah tabung nivo





 Penyetelan Instrument Sifat Datar
a.   Penyetelan instrumen sipat-datar wye
      Pada instrumen sipat datar wye, adapun langkah-langkah penyetelan alat antara lain:
·         Penyetelan agar baris kolimasi sejajar dengan garis-garis rangka teleskop : Membidikkan pada kertas putih yang dipasang sejauh 50 m dengan teleskop di atas penyangga berbentuk Y dan di pusat benang silang pada kertas putih sebagai titik a. Kemudian memutar teleskop 180° mengitari sumbu teleskop dan membidik lagi kertas putih tersebut. Apabila pusat benang silang tidak berhimpit dengan titik a di atas, titik tersebut ditandai sebagai b dan disetel agar titik pusat benang silang jatuh tepat pada c titik tengah antara a dan b.

·         Penyetelan agar garis kolimasi sejajar dengan sumbu niveau tabung dari teleskop:
Menempatkan gelembung pada nivo tabung di tengah-tengah dengan sekrup sekrup penyetel. Apabila gelembung bergerak ketika teleskop diputar kira-kira 30° pada sumbunya, maka dibuat dalam keadaan tidak bergerak dengan sekrup penyetel gelembung lateral.
Mengangkat teleskop dari penyangga berbentuk Y dan menempatkan kembali dalam arah lainnya untuk memastikan apakah gelembung bergeser. Apabila masih juga bergeser, geserkan setengah penggeserannya ke belakang dengan sekruip penyetel gelembung vertikal dan setengah pergeseran ke belakang lainnya dengan sekrup-sekrup penyetel yang tersedia.
·         Penyetelan agar garis kolimasi tegak lurus sumbu vertikal :
Setelah melakukan penyetelan-penyetelan pada (a) dan (b) di atas, maka diperlukan pengaturan selanjutnya, yaitu : Menempatkan gelembung di tengah-tengah dengan sekrup penyetel dan memutar teleskop 180° mengelilingi sumbu vertikal untuk mengecek pergeseran gelembung.

b.   Penyetelan instrumen sipat-datar tabung
·         Penyetelan agar sumbu nivo tegak lurus sumbu vertikal.
Ø  Menempatkan gelembung ditengah-tengah dengan sekrup-sekrup penyetel dan putar teleskop 180° mengelilingi sumbu vertikal untuk mengecek apakah gelembung bergeser atau tidak.
Ø  Apabila gelembung bergeser, maka dengan sekrup penyetel, gelembung ditempatkan pada setengah pergeseran ke belakang dan setengah pergeseran ke belakang lainnya dengan sekrup-sekrup penyetel lainnya.
·         Penyetelan agar garis kolimasi sejajar dengan sumbu-nivo (pengatur patok)
Ø  Menempatkan patok pada titiki A dan B satu dengan yang lainnya sejauh beberapa puluh sampai 100 meter, kemudian mengukur jarak Horizontalnya secara tepat dan akhirnya memasang lagi patok di C.
Ø  Menempatkan instrumen sifat-datar di titik C dan membaca graduasi a1 dan d1 pada rambu yang dipegang pada titik a dan B , maka ( a1 – b1 ) adalah Perbedaan tinggi titik A dan B tersebut.

Ø  Kemudian memindah –tempatkan instrumen sifat-datar tersebut pada titik D sejauh 5 m dibelakang titik A atau titik B da selanjutnya membaca graduasi a2 dan b2 pada rambu yang dipegang pada titik A dan titik B.
Ø  Apabila ( a1 – b1 ) = ( a2 - b2 ) maka penyetelan tidak diperlukan lagi. Akan tetapi apabila ( a1 – b1 ) = ( a2 - b2 ), maka diperlukan penyetelan benang silang sedemikin rupa sehingga dapat dilihat graduasi (  a2 + X ) pada garis kolimasi instrumen sifat-datar yang telah ditempatkan pada titik d tersebut. Adapun X = ((D + d)/d)e, di mana e = (b2 - b1) - (a2 – a1)

c.   Penyetelan instrumen sipat-datar ungkit.
·         Penyetelan hubungan antara nivo bundar dengan sumbu vertikal.
Memasang skrup pengungkit pada posisi sentral dari perpindahan menyeluruh.
Menempatkan gelembung pada posisi ditengah-tengah dengan skrup-skrup     penyipat-datar.
Memutar teleskop 180o mengelilingi sumbu vertikal untuk mengecek masalah.
Memutar teleskop 90o mengelilingi sumbu vertikal untuk mengecek apakah gelembung masih bergeser.
·         Penyetelan agar garis kolimasi sejajar sumbu niveau
Metode patok dapat digunakan sebagai halnya pada penyetelan instrumen sifat-datar tabung.
Meskipun benang silang digeser untuk menyetel instrumen sifat-datar tabung, akan tetapi sekrup pengungkit harus disetel sedemikin rupa agar graduasi ( a + x ) pada rambu A dapat dibaca.

 d.    Penyetelan instrumen sipat-datar otomatis
Apabila sumbu vertikalnya dalam posisi dengan kemiringan yang terlalu besar, instrumen sifat-datar seperti ini tidak dapat berfungsi dengan baik dan ketelitiannya pun akan menurun, karenanya penyetelan niveau bundarnya haruslah sesempurna mungkin. Adapun caranya, yaitu:
Mengadakan penyetelan-penyetelan yang seperti sudah diuraikan pada penyetelan sifat-datar ungkit, point a.
Menyetel garis kolimasi seperti yang sudah diuraikan pada metode patok.

  

  Penentuan Beda Tinggi Antara Dua Titik
Penentuan beda tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan tiga cara penempatan alat sipat datar tergantung pada keadaan di lapangan, adapun  tiga cara penempatan alat sipat datar, yaitu:
a.    Dengan menempatkan alat sipat datar di atas titik B (salah satu titik yang akan diukur beda tingginya), bidik pesawat ke titik lainnya (A) yang sebelumnya telah berdiri rambu ukur. Sebagai contoh, hasil bidikan tadi kita beri nama a. Setelah di ketahui a, pindahkan alat sipat datar ke titik A, lakukan bidikan yang sama terhadap titik B, maka di ketahuilah hasil bidikan terhadap titik B yaitu b. Beda tinggi dari kedua titik tersebut (Dh) dapat diperoleh dengan Dh = b-a. Perlu diketahui bahwa dalam setiap pengukuran, letak gelembung nivou harus berada di tengah-tengah.
b.    Alat ukur penyipat datar diletakkan diantara titik A dan titik B dan membentuk suatu garis lurus, ukur jarak antara alat sipat datar  terhadap titik A dan titik B, Arahkan garis bidik dengan gelembung di tengah–tengah ke titik A (belakang) dan ke titik B (muka) yang telah berdiri rambu ukur, dan misalkan pembacaaan pada dua mistar berturut–turut ada b (belakang) dan m (muka). Bila selalu diingat, bahwa angka–angka pada rambu selalu menyatakan jarak antara angka dan alas mistar, maka dengan mudahlah dapat dimengerti, bahwa beda tinggi antara titik–titik A dan B ada  Dh = b – m.
c.    Alat ukur penyipat datar ditempatkan tdak diantara titik A dan B, tidak pula diatas salah satu titik A atau titik B, tetapi di sebelah kiri titik A atau disebelah kanan titik B, jadi diluar garis AB. Pembacaan yang dilakukan pada mistar yang diletakkan di atas titik A dan B sekarang adalah berrturut-turut b dan m lagi, sehingga digambar didapat dengan mudah, bahwa beda tinggi         t = b – m.

    Kesalahan – Kesalahan Pada Sipat Datar
Sesuai dengan karateristik, kesalahan dapat di bedakan dalam 3 klasifikasi sebagai berikut :
1.      kesalahan petugas
Sumber kesalahan adalah dari petugas yang menggunakan instrument yaitu kesalahan yang timbul akibat kekeliruan, kurang hati-hati, kelalaian, ketidak mengertian terhadap instrument atau belum terlatihnya petugas yang bersangkutan. Kesalahan yang di sebabakan pengukur mempunyai banyak sebab dan bersifat individual . karena itu sukar di tinjau semuanya.yang penting adalah:
1.   kesalahan pada mata. Kebanyakan orang pada waktu mengukur menggunakan satu mata saja. Mata itu akan lelah, yang lambat laun akan mengakibatkan kasarnya pembacaan.apalagi bila nivo harus di lihat tersendiri, karena tidak terlihat di dalam medan lihat teropong, sehingga kurang tepatnya meletakan gelembung nivo di tengah-tengah.
2.   kesalahan pada pembacaan karena kerap kali melakukan penbacaan dengan jalan     menaksir , maka bila mata telah lelah, nilai taksirannya menjadi kurang.
3.   kesalahan yang kasar. Karena belum pahamnya tentang pembacaan pada mistar. Mistar-mistar mempunyai beberapa cara tersendiri dalam pembuat skalanya. Kesalahan yang kasar ini banyak sekali di buat dalam menemtukan banyaknya meter dan decimeter angka pembacaan.

     Karena dalam mempersiapkan dan merencanakan pekerjaan penguran haruslah diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1.   supaya di pergunakan metode yang berbeda-beda guna memungkinkan terjadinya pengecekan otomatis
2.   supaya di usahakan beberapa route pengukuran yang berlainan, untuk hasil ukur yang sama.

Penelitian pengukuran dapat dilakukan dengan cara :
a.      pada waktu berdiri di suatu tempat, membaca semua benang mendatar diafragma a,t dan b. maka haruslah t = ½ ( a + b )
b.      bila di gunakan alat ukur penyipat datar dengan nivo reversi, lakukan pengukuran cara a denagn nivo di atas dengan nivo di bawah. Dua beda tinggi yang di dapat harus sama.
c.       Pada pengukuran antara dua tugu waterpass yang jaraknya selalu di buat kira-kira 2 km dengan mengukur penyipat datar pulang pergi, dan selisih v antara hasil pengukuran pulang pergi  tidak boleh melebihi suatu angka yang dinamakan angka toleransi yang mana nanti akan di bicarakan.
d.       Pengukuran di lakukan oleh dua orang, pengukuran mana yang hurus di lakukan bebas dari satu sama lainnya. Di tinjau oleh kedua orang itu hanya kedua beda tinggi pengukuran .    

2.    Kesalahan Sistematis
Kesalah sistematis dapat terjadi karena kesalahan alat yang kita gunakan. Alat-alat yang di gunakan adalah alat ukur penyipat datar dam mistar. Lebih dahulu kita akan tinjau kesalahan yang ada pada alat ukur penyipat datar. Kesalahan yang di dapat adalah yang berhubungan dengan syarat utama. Kesalahan itu adalah garis bidik tidak sejajar dengan dengan garis arah nivo
Dapat di ketahiu bahwa untuk mendapatkan beda tinggi antara dua titik mistar yang di letakan di atas dua titik harus di bidik dengan garis bidik yang mendatar. Semua pembacan yang di lakukan dengan garis bidik yang mendatar diberi tanda dengan angka 1. pembacaan dengan garis bidik yang mendatar adalah BTb1-BTm1, sedang pembacaan yang di lakukan dengan garis bidik miring dinyatakan dengan angka 2. bila gelembung di tengah-tengah , jadi garis arah nivo mendatar dan garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo, maka garis bidik akan miring dan membuat sudut α denag garis arah nivo, sehingga pembacaan pada kedua mistar akan menjadi BTm dan BTb .
       Beda tinggi antara titik A dan titik B sama dengan t = BTb1-BTm1. sekarang akan dicari hubungan antara selisih pembacaan BTb2 dan BTm2 yang di dapatkan garis bidik miring dengan selisih pembacaan BTb1 dan BTm2 yang akan di dapat bila garis bidik mendatar jadi telah sejajar dengan garis arah nivo . maka koreksi garis bidik untuk diatas adalah dengan:
= (BTb1-BTm1)-(BTb2-BTm2)
    ( db1-dm1)-(db2-dm2)
kesalahan sistematis dapat juga disebabkan oleh karena keadaan alam yang dapat di sebabkan oleh:
1.    karena lengkungan permukaan bumi.
2.    karena melengkungnya sinar cahaya. ( refraksi ). Sinar cahaya yang datang dari benda yang di teropong harus melalui lapisan-lapisan udara yang tidak sama padatnya, karena suhu dan tekannya tidak sama.
3.    karena getaran udara . karena adanya pemindahan hawa panas dari permukaan bumi keatas, maka bayangan dari mistar yang di lihat dengan teropong akan bergetar sehingga pembacan ada mistar tidak dapat dilakukan.
4.    karena masuknya lagi kaki tiga dan mistar kedalam tanah. Bila dalam waktu antara pengukuran satu mistar dengan mistar lainya baik kaki tiga maupun mistar kedua masuk lagi kedalam tanah maka pembacan pada mistar kedua akan salah bila di gunakan untuk mencari beda tinggi antara dua titik yang di tempati oleh mistar-mistar itu.
5.    karena perubahan garis arah nivo, karena alat ukur penyipat datar kena napas sinar matahari maka akan terjadi tegangan pada bagian-bagian alat ukur, terutama pada bagian penting seperti nivo
6.    Pengaruh kesalahan garis bidik
Bila garis bidik sejajar dengan garis arah nivo, maka hasil pembacaan tidak benar, dan akibatnya, beda tinggi tidak benar

Garis bidik mempunyai kemiringan sebesar dan garis arah nivo.
                        = bacaan seharus
                        = hasil ukuran
mengatasi kesalahan garis bidik ada dua cara :
  • Dasar / dihitung kemiringan garis bidik itu, dan selanjutnya dikoraksikan terhadap hasil ukuran.
  • Eleminasi, yaitu dengan mengatur penempatan alat sehingga kesalahan tersebut hilang dengan sendirinya (tereliminir).
  • Mencari kesalahan garis bidik

3.  Kesalahan tak terduga
Semua kesalahan-kesalahan selain kedua jenis kesalahan di atas dapat di klasifikasikan sebagai kesalahan tak terduga dan kesalahan semacam ini tidak di ketahui penyebabnya secara pasti. Walaupun kadang-kadang dapat di ketahui penyebabnya, akan tetapi pengurainnya kedalam masing-masing factor penyebabnya sangatlah sukar. Dalam hal demikian maka di usahakan agar di peroleh kesalahan yang bersifat gelobal, sedemikian rupa sehingga menghasilkan nilai yang mendekati nilai yang sebenarnya. Dalam pekerjaan pengukuran, kesalahan tak terduga biasanya dip roses sebagai rangkaian distribusi normal dengan nol sebagai harga rata-ratanya. Untuk estiminasi harga sangat mungkin biasanya dengan menggunakan metode kuadrat terkecil.