Pengertian Sipat Datar
Metode sipat datar
prinsipnya adalah Mengukur tinggi bidik alat sipat datar optis di lapangan
menggunakan rambu ukur. Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi dengan
menggunakan metode sipat datar optis masih merupakan cara pengukuran beda
tinggi yang paling teliti. Sehingga ketelitian kerangka dasar vertikal (KDV)
dinyatakan sebagai batas harga terbesar perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat
datar pergi dan pulang.
Maksud pengukuran
tinggi adalah menentukan beda tinggi antara dua titik. Beda tinggi h diketahui
antara dua titik a dan b, sedang tinggi titik A diketahui sama dengan Ha dan
titik B lebih tinggi dari titik A, maka tinggi titik B, Hb = Ha + h yang diartikan
dengan beda tinggi antara titik A clan titik B adalah jarak antara dua bidang
nivo yang melalui titik A dan B. Umumnya bidang nivo adalah bidang yang
lengkung, tetapi bila jarak antara titik-titik A dan B dapat dianggap sebagai
Bidang yang mendatar.
Tinggi
titik pertama ( h1) dapat di definisikan, sebagai koordonat lokal ataupun
terikat dengan titik yang lain yang telah diketahui tingginya, sedangkan
selisih tinggi atau lebih di kenal dengan beda tinggi ( h ) dapat
diketahui/diukur dengan menggunakan prinsip sipat datar.
( h2 ) = h (1) + ∆ h ( 12 )
Yaitu,
tinggi selanjutnya adalah tinggi titik sebelumnya ditambahkan dengan beda
tinggi antara kedua titik yang bersangkutan, Umumnya diambil selisih tinggi
titik belakang terhadap titik muka.
H
( 1 0 + h ( i-l ) + ∆h ( i-l.i )
Yang
menjadi masalah dalam pengukuran beda tinggi ini adalah pengambilan penentuan referensi awalnya. Apabila peta
yang di inginkan tersebut hanya berorientasi pada ketinggian setempat saja,
tanpa memperhatikan orientasi tinggi yang menyeluruh maka titik nol dapat
dipilih sembarangan.
Namun
untuk pemetaan yang teliti dan mempunyai kaitan dengan peta nasional, maka
titik awalnya di ambil dari tinggi permukaan air laut rata-rata dalam keadaan
titdak terganggu selama 18,6 tahun.
Sedangkan
permukaan bumi itu sangat berpengaruh dengan berbagai gaya dan gerak endogen
serta eksogen, dan semua ini di pengaruhi secara langsung oleh distribusi massa
di daerah sekitar titik yang bersangkutan.
Hal
ini yang menyebabkan masalah pengambilan referensi awal tersebut, karena
sekalipun titik awal di ambil dari permukaan air laut rata-rata, tetapi apabila
berbeda lokasi awalnya, maka akan tetap menghasilkan ketinggian yang berbeda
pada satu titik.
Sekali
lagi, dalam pemakaian peta yang cukup luas, patut di perhatikan oleh para
perencana, mengenai masalah kemugkinan kesalahan yang akan terjadi pada saat
pelaksaaan kerja konstruksi, yaitu tidak sesuainya perencanaan di atas peta
dengan kenyataan di lapangan. Sehingga selalu terdengar perencanaan pembangunan
yang gagal akibat banjir yang tak terduga ataupun berbagai gejala alam lainnya.
Tujuan Pengukuran Sipat Datar
#
Tujuan
Intruksional Umum
Mahasiswa
mampu memahami, mendeskripsikan, dan mengaplikasikan berbagai metode pengukuran
beda tinggi dengan pesawat penyipat datar pada praktik pengukuran dan pemetaan
ilmu ukur tanah.
#
Tujuan
Instruksi Khusus
1. Mahasiswa
mampu melakukan survei ke lapangan berkenaan dengan tugas yang diberikan.
2. Mahasiswa
dapat menentukan letak patok-patok pengukuran dan pengkondisian dalam jumlah
slag yang genap.
3. Mahasiswa
mampu mematok rencana pematokan itu di lapangan.
4. Mahasiswa
mampu mengetengahkan gelembung nivo dengan cara menggerakkan 2 skrup kaki kiap
ke dalam atau keluar saja, dan menggerakkan 2 sekrup kaki kiap ke kanan atau ke
kiri saja, dilakukan secara interaktif sehingga gelembung nivo itu benar-benar
di tengah dianggap bahwa garis bidik sejajar dengan gelembung nivo.
5. Mahasiswa
mampu melakukan pengukuran kesalahan garis bidik dengan kedudukan alat pada stand
1 dan stand 2, di mana rumus kesalahan garis bidik adalah (benang tengah
belakang stand 1 – benang tengah muka 1) - (benang tengah belakang stand 2 -
benang tengah muka stand 2) (jarak belakang stand 1 - jarak muka stand 1) -
(jarak belakang stand 2 - jarak muka stand 2).
6. Mahasiswa
mampu mendirikan alat pada slag 1 dan slag-slag selanjutnya yang letaknya
kira-kira di tengah antara dua rambu serta mampu membaca benang atas, tengah,
dan bawah rambu belakang, benang atas, tengah, dan bawah rambu muka dan jarak
muka dan jarak belakang.
Peralatan Yang Dibutuhkan
·
Alat sipat datar optis
·
Statif ( perhatiakan
kecocokannya dengan alat )
·
Unting – unting
·
Rambu ukur 2 buah
·
Alat tulis dan formulir
ukuran
·
Payung 1 buah ( untuk
memayungi alat )
·
Pita ukur 1 buah
·
Meteran 3 buah
·
Patok pengukuran (
disesuaikan dengan wilayah pengukuran )
·
Peta wilayah situasi (
dengan bebas pengukuran )
Alat Ukur Sipat Datar Optis
a.
Dumpy level (type kekar)
Pada tipe ini sumbu tegak menjadi satu dengan
teropong. Semua bagian pada alat sipat datar tipe kekar adalah tetap. Nivo
tabung berada di atas teropong, teropong hanya dapat digeser dengan sumbu
kesatu sebagai sumbu putar.
Dimana:
1. Teropong. 10. Sumbu ke-1.
2. Nivo tabung. 11. Tombol Fokus.
3. Pengatur Nivo.
4. Pengatur dafragma.
5. Kunci Horizontal.
6.
Skrup Kiap
7. Tribrach.
8. Trivet.
9. Kiap (Leveling Head).
b.
Reversible level (type
reversi)
Pada tipe ini teropongnya
dapat diputar pada sumbu mekanis dan disangga oleh bagian tengah yang mempunyai
sumbu tegak. Pada alat ini teropongnya dapat diputar pada sumbu mekanis dan
disangga oleh bagian tengah yang mempunyai sumbu tegak. Di samping itu teropong
dapat diungkit dengan skrup (no 13) sehingga garis bidik dapat mengarah ke
atas, ke bawah, maupun mendatar. Sumbu mekanis, disamping sebagai sumbu puitar
teropong merupakan garis penolong untuk membuat garis bidik sejajar dengan dua
garis jurusan nivo reversi.
1. Teropong. 9. Kiap.
2. Nivo Reversi. 10. Sumbu ke-1 (Sumbu Tegak).
3. Pengatur Nivo. 11.
Tombol Fokus.
4. Pengatur Diafragma. 12.
Pegas.
5. Skrup Pengunci Horizontal. 13. Skrup Pengungkit
Teropong.
6. Skrup Kiap. 14.
Skrup Pemutar Teropong.
7. Tribrach. 15.
Sumbu Mekanis.
8. Trivet.
c. Tilting level (type jungkit)
Pada
tipe ini sumbu tegak dan teropong dihubungkan dengan engsel dan skrup
pengungkit.Berbeda dengan tipe reversi, pada tipe ini teropong dapat diungkit
dengan skrup pengungkit.
Dimana:
1. Teropong. 8. Trivet.
2. Nivo
Tabung. 9. Kiap.
3. Pengatur
Nivo. 10. Sumbu ke-1.
4. Pengatur
Diafragma. 11. Tombol Focus.
5. Pengunci
Horizontal. 12. Pegas.
6. Skrup
Kiap. 13. Pengungkit
Teropong.
7. Tribrach.
d.
Automatic level (type Otomatis)
Tipe ini sama dengan tipe kekar, hanya di
dalam teropongnya terdapat akat yang disebut kompensator untuk membuat agar
garis bidik mendatar. Berbeda dengan 3 tipe sebelumnya, pada type otomatik ini
tidak terdapat nivo tabung untuk mendatarkan garis bidik sebagai penggantinya
di dalam teropong dipasang alat yang dinamakan kompensator.
Bila benang silang diafragma telah
diatur dengan baik, sinar mendatar dan
masuk melalui pusat objektip akan selalu
jatuh depat di titik potong benang silang diafragma, walaupun teropong miring
(sedikit). Dengan demikian, dengan
dipasangnya kompensator antara lensa objektip dan diafragma garis bidik menjadi
mendatar. Walaupun demikian type otomatik mempunyai kekurangan yaitu mudah
dipengaruhi getaran, karena sebagai kompensatornya dipergunakan sistim pendulum.
Dimana:
1. Teropong. 7. Trivet.
2. Kompensator. 8. Kiap.
3. Pengatur
Diafragma. 9. Tombol Fokus.
4. Pengunci
Horizontal.
5. Skrup
Kiap.
6. Tribrach.
Penyetelan instrumen-instrumen pokok sipat
datar, di antaranya :
Sipat Datar Wye Sipat Datar Tabung
v
Pengaturan
alat
Dua buah syarat yang perlu di jawab dalam masalah
kolimasi pada alat level ini adalah. Sumbu tegak benar benar tegak apabila
gelembung nivo sudah di tengah –tengahnya, dan garis bidik harus sejajar dengn
garis nivo yang benar tersebut.
v
Sumbu
tegak
1. Letakan sumbu teropong sejajar dengan dua buah sekrup
penyetel, dan ketengahkan gelembung nivo dengan menggunakan kedua sekrup
tersebut. Andaikan keslahan tersebut = e
2. Putarlah teropong 90º derajat, atau sumbu teropong berada
diats sekrup penyetel ketiga, dan aturlah ketiga gelembung nivo tersebut dengan
hanya menggunakan sekrup ketiga.
3. ulangi kedua langkah diatas sehingganivo tetap berada di
tengah.
4. pada kedudukan pertama kesalaahn yang terdapat adalah =
e, namun pada kedudukan kedua, dimana teropong diputar sebesar 180º derajat,
maka kemiringan sumbu yang terjadi adalah sebesar 2e. Besaran 2e tersebut dapat
dilihat dengan menggesernya gelembung nivo, misalnya sebesar n.
5. Kembalikan gelembung nivo kearh tengah dengan satu sekrup
penyetel yang bersangkutan, yaitu sebesar n/2 bagian skala.
6. kembalikan gelembung nivo ke tengah, dengan menyetel
sekrup tabungnivo, yaitu sebesar n/2 bagian skala sisinnya.
ulangi pekerjaan tersebut sehingga nivo berada di tengah
tengah tabung nivo
Penyetelan Instrument Sifat Datar
a.
Penyetelan instrumen sipat-datar wye
Pada
instrumen sipat datar wye, adapun langkah-langkah penyetelan alat antara lain:
·
Penyetelan agar baris
kolimasi sejajar dengan garis-garis rangka teleskop : Membidikkan pada kertas
putih yang dipasang sejauh 50 m dengan teleskop di atas penyangga berbentuk Y
dan di pusat benang silang pada kertas putih sebagai titik a. Kemudian memutar
teleskop 180° mengitari sumbu teleskop dan membidik lagi kertas putih tersebut.
Apabila pusat benang silang tidak berhimpit dengan titik a di atas, titik
tersebut ditandai sebagai b dan disetel agar titik pusat benang silang jatuh
tepat pada c titik tengah antara a dan b.
·
Penyetelan agar garis
kolimasi sejajar dengan sumbu niveau tabung dari teleskop:
Menempatkan
gelembung pada nivo tabung di tengah-tengah dengan sekrup sekrup penyetel.
Apabila gelembung bergerak ketika teleskop diputar kira-kira 30° pada sumbunya,
maka dibuat dalam keadaan tidak bergerak dengan sekrup penyetel gelembung
lateral.
Mengangkat
teleskop dari penyangga berbentuk Y dan menempatkan kembali dalam arah lainnya
untuk memastikan apakah gelembung bergeser. Apabila masih juga bergeser,
geserkan setengah penggeserannya ke belakang dengan sekruip penyetel gelembung
vertikal dan setengah pergeseran ke belakang lainnya dengan sekrup-sekrup
penyetel yang tersedia.
·
Penyetelan agar garis
kolimasi tegak lurus sumbu vertikal :
Setelah melakukan penyetelan-penyetelan
pada (a) dan (b) di atas, maka diperlukan pengaturan selanjutnya, yaitu :
Menempatkan gelembung di tengah-tengah dengan sekrup penyetel dan memutar
teleskop 180° mengelilingi sumbu vertikal untuk mengecek pergeseran gelembung.
b.
Penyetelan instrumen sipat-datar tabung
·
Penyetelan agar sumbu nivo
tegak lurus sumbu vertikal.
Ø Menempatkan
gelembung ditengah-tengah dengan sekrup-sekrup penyetel dan putar teleskop 180°
mengelilingi sumbu vertikal untuk mengecek apakah gelembung bergeser atau
tidak.
Ø Apabila
gelembung bergeser, maka dengan sekrup penyetel, gelembung ditempatkan pada
setengah pergeseran ke belakang dan setengah pergeseran ke belakang lainnya
dengan sekrup-sekrup penyetel lainnya.
·
Penyetelan agar garis kolimasi sejajar dengan
sumbu-nivo (pengatur patok)
Ø Menempatkan
patok pada titiki A dan B satu dengan yang lainnya sejauh beberapa puluh sampai
100 meter, kemudian mengukur jarak Horizontalnya secara tepat dan akhirnya
memasang lagi patok di C.
Ø Menempatkan
instrumen sifat-datar di titik C dan membaca graduasi a1 dan d1
pada rambu yang dipegang pada titik a dan B , maka ( a1 – b1
) adalah Perbedaan tinggi titik A dan B tersebut.
Ø Kemudian
memindah –tempatkan instrumen sifat-datar tersebut pada titik D sejauh 5 m
dibelakang titik A atau titik B da selanjutnya membaca graduasi a2
dan b2 pada rambu yang dipegang pada titik A dan titik B.
Ø Apabila
( a1 – b1 ) = ( a2 - b2 ) maka
penyetelan tidak diperlukan lagi. Akan tetapi apabila ( a1 – b1
) = ( a2 - b2 ), maka diperlukan penyetelan benang silang
sedemikin rupa sehingga dapat dilihat graduasi ( a2 + X ) pada garis kolimasi
instrumen sifat-datar yang telah ditempatkan pada titik d tersebut. Adapun X =
((D + d)/d)e, di mana e = (b2 - b1) - (a2 – a1)
c. Penyetelan instrumen sipat-datar ungkit.
·
Penyetelan hubungan antara nivo bundar dengan
sumbu vertikal.
Memasang skrup pengungkit pada posisi sentral
dari perpindahan menyeluruh.
Menempatkan gelembung pada posisi
ditengah-tengah dengan skrup-skrup
penyipat-datar.
Memutar teleskop 180o mengelilingi sumbu
vertikal untuk mengecek masalah.
Memutar teleskop 90o mengelilingi sumbu
vertikal untuk mengecek apakah gelembung masih bergeser.
·
Penyetelan agar garis
kolimasi sejajar sumbu niveau
Metode
patok dapat digunakan sebagai halnya pada penyetelan instrumen sifat-datar tabung.
Meskipun benang
silang digeser untuk menyetel instrumen sifat-datar tabung, akan tetapi sekrup
pengungkit harus disetel sedemikin rupa agar graduasi ( a + x ) pada rambu A
dapat dibaca.
Apabila sumbu vertikalnya
dalam posisi dengan kemiringan yang terlalu besar, instrumen sifat-datar
seperti ini tidak dapat berfungsi dengan baik dan ketelitiannya pun akan
menurun, karenanya penyetelan niveau bundarnya haruslah sesempurna mungkin.
Adapun caranya, yaitu:
Mengadakan penyetelan-penyetelan yang seperti
sudah diuraikan pada penyetelan sifat-datar ungkit, point a.
Menyetel garis kolimasi
seperti yang sudah diuraikan pada metode patok.
Penentuan Beda Tinggi Antara Dua Titik
Penentuan beda tinggi antara dua titik dapat
dilakukan dengan tiga cara penempatan alat sipat datar tergantung pada keadaan
di lapangan, adapun tiga cara penempatan
alat sipat datar, yaitu:
a. Dengan
menempatkan alat sipat datar di atas titik B (salah satu titik yang akan diukur
beda tingginya), bidik pesawat ke titik lainnya (A) yang sebelumnya telah
berdiri rambu ukur. Sebagai contoh, hasil bidikan tadi kita beri nama a.
Setelah di ketahui a, pindahkan alat sipat datar ke titik A, lakukan bidikan
yang sama terhadap titik B, maka di ketahuilah hasil bidikan terhadap titik B
yaitu b. Beda tinggi dari kedua titik tersebut (Dh) dapat diperoleh
dengan Dh
= b-a. Perlu diketahui bahwa dalam setiap pengukuran, letak gelembung nivou
harus berada di tengah-tengah.
b. Alat
ukur penyipat datar diletakkan diantara titik A dan titik B dan membentuk suatu
garis lurus, ukur jarak antara alat sipat datar
terhadap titik A dan titik B, Arahkan garis bidik dengan gelembung di
tengah–tengah ke titik A (belakang) dan ke titik B (muka) yang telah berdiri
rambu ukur, dan misalkan pembacaaan pada dua mistar berturut–turut ada b
(belakang) dan m (muka). Bila selalu diingat, bahwa angka–angka pada rambu
selalu menyatakan jarak antara angka dan alas mistar, maka dengan mudahlah
dapat dimengerti, bahwa beda tinggi antara titik–titik A dan B ada Dh
= b – m.
c. Alat
ukur penyipat datar ditempatkan tdak diantara titik A dan B, tidak pula diatas
salah satu titik A atau titik B, tetapi di sebelah kiri titik A atau disebelah
kanan titik B, jadi diluar garis AB. Pembacaan yang dilakukan pada mistar yang
diletakkan di atas titik A dan B sekarang adalah berrturut-turut b dan m lagi,
sehingga digambar didapat dengan mudah, bahwa beda tinggi t = b – m.
Kesalahan –
Kesalahan Pada Sipat Datar
Sesuai
dengan karateristik, kesalahan dapat di bedakan dalam 3 klasifikasi sebagai
berikut :
1. kesalahan
petugas
Sumber
kesalahan adalah dari petugas yang menggunakan instrument yaitu kesalahan yang
timbul akibat kekeliruan, kurang hati-hati, kelalaian, ketidak mengertian
terhadap instrument atau belum terlatihnya petugas yang bersangkutan. Kesalahan
yang di sebabakan pengukur mempunyai banyak sebab dan bersifat individual .
karena itu sukar di tinjau semuanya.yang penting adalah:
1. kesalahan
pada mata. Kebanyakan orang pada waktu mengukur menggunakan satu mata saja.
Mata itu akan lelah, yang lambat laun akan mengakibatkan kasarnya
pembacaan.apalagi bila nivo harus di lihat tersendiri, karena tidak terlihat di
dalam medan lihat teropong, sehingga kurang tepatnya meletakan gelembung nivo
di tengah-tengah.
2. kesalahan
pada pembacaan karena kerap kali melakukan penbacaan dengan jalan menaksir
, maka bila mata telah lelah, nilai taksirannya menjadi kurang.
3. kesalahan
yang kasar. Karena belum pahamnya tentang pembacaan pada mistar. Mistar-mistar
mempunyai beberapa cara tersendiri dalam pembuat skalanya. Kesalahan yang kasar
ini banyak sekali di buat dalam menemtukan banyaknya meter dan decimeter angka
pembacaan.
Karena dalam mempersiapkan dan merencanakan
pekerjaan penguran haruslah diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. supaya
di pergunakan metode yang berbeda-beda guna memungkinkan terjadinya pengecekan
otomatis
2. supaya
di usahakan beberapa route pengukuran yang berlainan, untuk hasil ukur yang
sama.
Penelitian
pengukuran dapat dilakukan dengan cara :
a. pada waktu berdiri di suatu tempat, membaca semua benang
mendatar diafragma a,t dan b. maka haruslah t = ½ ( a + b )
b. bila di gunakan alat ukur penyipat datar dengan nivo
reversi, lakukan pengukuran cara a denagn nivo di atas dengan nivo di bawah.
Dua beda tinggi yang di dapat harus sama.
c. Pada pengukuran antara dua tugu waterpass yang jaraknya
selalu di buat kira-kira 2 km dengan mengukur penyipat datar pulang pergi, dan
selisih v antara hasil pengukuran pulang pergi
tidak boleh melebihi suatu angka yang dinamakan angka toleransi yang
mana nanti akan di bicarakan.
d. Pengukuran di lakukan oleh dua orang, pengukuran mana
yang hurus di lakukan bebas dari satu sama lainnya. Di tinjau oleh kedua orang
itu hanya kedua beda tinggi pengukuran .
2. Kesalahan
Sistematis
Kesalah sistematis dapat terjadi karena
kesalahan alat yang kita gunakan. Alat-alat yang di gunakan adalah alat ukur
penyipat datar dam mistar. Lebih dahulu kita akan tinjau kesalahan yang ada pada
alat ukur penyipat datar. Kesalahan yang di dapat adalah yang
berhubungan dengan syarat utama. Kesalahan itu adalah garis bidik tidak
sejajar dengan dengan garis arah nivo
Dapat di ketahiu bahwa untuk mendapatkan beda
tinggi antara dua titik mistar yang di letakan di atas dua titik harus di bidik
dengan garis bidik yang mendatar. Semua pembacan yang di lakukan dengan garis
bidik yang mendatar diberi tanda dengan angka 1. pembacaan dengan garis bidik
yang mendatar adalah BTb1-BTm1, sedang pembacaan yang di lakukan dengan garis
bidik miring dinyatakan dengan angka 2. bila gelembung di tengah-tengah , jadi
garis arah nivo mendatar dan garis bidik tidak sejajar dengan garis arah nivo,
maka garis bidik akan miring dan membuat sudut α denag garis arah nivo,
sehingga pembacaan pada kedua mistar akan menjadi BTm dan BTb .
Beda
tinggi antara titik A dan titik B sama dengan t = BTb1-BTm1. sekarang akan
dicari hubungan antara selisih pembacaan BTb2 dan BTm2 yang di dapatkan garis
bidik miring dengan selisih pembacaan BTb1 dan BTm2 yang akan di dapat bila
garis bidik mendatar jadi telah sejajar dengan garis arah nivo . maka koreksi
garis bidik untuk diatas adalah dengan:
= (BTb1-BTm1)-(BTb2-BTm2)
( db1-dm1)-(db2-dm2)
kesalahan
sistematis dapat juga disebabkan oleh karena keadaan alam yang dapat di
sebabkan oleh:
1. karena
lengkungan permukaan bumi.
2. karena
melengkungnya sinar cahaya. ( refraksi ). Sinar cahaya yang datang dari benda
yang di teropong harus melalui lapisan-lapisan udara yang tidak sama padatnya,
karena suhu dan tekannya tidak sama.
3. karena
getaran udara . karena adanya pemindahan hawa panas dari permukaan bumi keatas,
maka bayangan dari mistar yang di lihat dengan teropong akan bergetar sehingga
pembacan ada mistar tidak dapat dilakukan.
4. karena
masuknya lagi kaki tiga dan mistar kedalam tanah. Bila dalam waktu antara
pengukuran satu mistar dengan mistar lainya baik kaki tiga maupun mistar kedua
masuk lagi kedalam tanah maka pembacan pada mistar kedua akan salah bila di
gunakan untuk mencari beda tinggi antara dua titik yang di tempati oleh
mistar-mistar itu.
5. karena
perubahan garis arah nivo, karena alat ukur penyipat datar kena napas sinar
matahari maka akan terjadi tegangan pada bagian-bagian alat ukur, terutama pada
bagian penting seperti nivo
6. Pengaruh
kesalahan garis bidik
Bila garis bidik sejajar dengan garis arah
nivo, maka hasil pembacaan tidak benar, dan akibatnya, beda tinggi tidak benar
Garis
bidik mempunyai kemiringan sebesar dan garis arah nivo.
= bacaan seharus
= hasil ukuran
mengatasi
kesalahan garis bidik ada dua cara :
- Dasar / dihitung kemiringan garis
bidik itu, dan selanjutnya dikoraksikan terhadap hasil ukuran.
- Eleminasi, yaitu dengan mengatur
penempatan alat sehingga kesalahan tersebut hilang dengan sendirinya
(tereliminir).
- Mencari kesalahan garis bidik
3.
Kesalahan tak terduga
Semua
kesalahan-kesalahan selain kedua jenis kesalahan di atas dapat di
klasifikasikan sebagai kesalahan tak terduga dan kesalahan semacam ini tidak di
ketahui penyebabnya secara pasti. Walaupun kadang-kadang dapat di ketahui
penyebabnya, akan tetapi pengurainnya kedalam masing-masing factor penyebabnya
sangatlah sukar. Dalam hal demikian maka di usahakan agar di peroleh kesalahan
yang bersifat gelobal, sedemikian rupa sehingga menghasilkan nilai yang
mendekati nilai yang sebenarnya. Dalam pekerjaan pengukuran, kesalahan tak
terduga biasanya dip roses sebagai rangkaian distribusi normal dengan nol
sebagai harga rata-ratanya. Untuk estiminasi harga sangat mungkin biasanya
dengan menggunakan metode kuadrat terkecil.